Posted :

in :

Jumat, 2 Juni 2023 kami melakukan observasi. Observasi dilakukan oleh Mazd Zahara (Kawan Halimun), Siti Anisatul (Kawan Hole) dan Sabrina Ayu (Kawan Cemani) bersama Bapak Sukino atau yang lebih akrab dipanggil Bapak Basino. ‘Pak No’, begitulah beliau kerap disapa, merupakan pemilik Posko Caver yang sudah tinggal di Grabagan sejak 28 tahun silam atau lebih tepatnya sejak tahun 1995. Posko Caver sendiri merupakan posko kegiatan yang pertama kali berdiri di Grabagan dan sudah sering digunakan untuk tempat menginap para pencinta alam yang berkegiatan di tempat tersebut, baik kegiatan caving maupun rock climbing. Pada hari Sabtu, 3 Juni 2023 Mazd Zahara (Kawan Halimun) dan Sabrina Ayu (Kawan Cemani) melakukan observasi tambahan untuk memperkuat data observasi sebelumnya. Observasi tersebut dilakukan bersama Bapak Sirun, salah satu warga yang tinggal di dekat Tebing Clangap. Rumah beliau pun sering dijadikan tempat menginap untuk para penggiat kegiatan alam di Tebing Clangap.

Tebing Clangap sendiri merupakan tebing yang berada di wilayah karst Tuban dan memiliki beberapa tebing yang berjajar dengan 4 jalur di dalamnya. Tebing Clangap belum begitu familiar di telinga orang-orang seperti hal nya Tebing Citatah, Tebing Siung dan tebing tempat wisata lainnya. Masih jarang orang yang menjamah tebing ini. Kawasan Tebing Clangap dapat dikatakan masih asri dan terletak di tepian ladang warga sehingga kita harus berjalan kaki sekitar 5-10 menit dari jalan utama. Tebing Clangap mulai digunakan untuk pemanjatan pertama kali pada tahun 2012 oleh Mahasiswa Pencinta Alam Pataga dari Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya dengan memasang jalur berupa hanger. Terdapat empat jalur yang terpasang di Tebing Clangap, yaitu jalur Eswe, Bypass, Camp room dan 16. Sejak tahun 2012, banyak pencinta alam yang mulai berkegiatan di Tebing Clangap dan kebanyakan merupakan Pencinta Alam dari daerah Surabaya. Tebing Clangap masih tergolong baru digunakan untuk pemanjatan, baik Pak No maupun Pak Sirun mengatakan bahwa tidak ada aturan atau tradisi khusus bagi para pemanjat, hanya saja satu hal yang harus dijaga yaitu tidak merusak ladang milik warga. Selain itu, beliau berpesan agar sebisa mungkin kegiatan berhenti pada saat Maghrib tiba karena pernah terjadi insiden tidak mengenakkan sebelumnya.

Pak No dan Pak Sirun mengatakan pernah ada insiden pemanjat yang terjatuh dan mengalami patah tulang hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Kejadian itu menimpa salah satu anggota pencinta alam dari Surabaya yang melakukan pemanjatan hingga lebih dari jam 9 malam, keadaan tebing yang gelap dan licin membuat pemanjat tersebut tidak dapat memasang pengaman dengan benar dan akhirnya terjatuh, ujar Pak No. Hal tersebut tentunya mejadi pelajaran sendiri bagi pemanjat lain agar selalu berhati-hati dan mematuhi safety procedure dan meskipun tidak ada aturan atau tradisi tertentu yang harus dipatuhi, kita sebagai pencinta alam tentunya harus memiliki inisiatif dan tahu bagaimana harus bersikap serta memegang teguh etika pencinta alam ketika sedang berada di alam.

Perizinan merupakan salah satu aspek penting untuk menunjang suksesnya kegiatan. Untuk berkegiatan di Tebing Clangap, perlu dilakukan perizinan kepada Kepala Desa Banyubang dan pemberitahuan kepada Polsek Grabagan serta Puskesmas Grabagan. Perizinan dilakukan kepada Kepala Desa Banyubang karena Tebing Clangap terdapat di Desa Banyubang dan sudah menjadi wilayah tersendiri dari Kecamatan Grabagan. Perizinan dapat dilakukan satu minggu sebelum berkegiatan dan dapat memberikan surat online terlebih dahulu apabila belum sempat memberikan secara langsung.

Upaya konservasi yang bisa dilakukan diantaranya adalah menjaga tanaman yang berada di sekitar tebing, terlebih lagi tanaman di lahan warga supaya tidak terjadi erosi dan mengikat pergerakan tanah. Kemudian dapat juga dilakukan pemantauan dan perawatan secara rutin, tebing yang digunakan untuk berkegiatan tentunya tidak luput dari resiko kerusakan dan pengeroposan pada batuan-batuannya, oleh karena itu pemantauan harus dilakukan agar dapat mengurangi tingkat kerusakan dan meminimalisir adanya resiko kecelakaan. Selain itu, edukasi terhadap masyarakat juga tidak kalah penting sebagai upaya konservasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang konservasi tebing dan dampak negatif dari aktivitas yang tidak tepat disekitar tebing.

Dibuat Oleh : Mazd Zahara Ghestylania dan Siti Anisatul Mardiyah

Disunting Oleh : Lutfi Ulu Mudin

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *