Hutan adalah sumber kehidupan seluruh makhluk hidup, tak terkecuali bagi manusia. Pada awalnya hutan di Indonesia menempati hutan terluas ke-2 di dunia namun sekarang menempati peringkat ke-9. Ini karena banyak terjadi pengalihan kepentingan lahan menjadi kawasan industri, pemukiman, perkebunan dan lain sebagainya. Setiap tahunnya hutan di Indonesia berkurang sekitar 2%.
Pada tahun 2018 hutan Papua merupakan hutan terluas yang ada di Indonesia. Dan terluas ke-3 di dunia setelah hutan Amazon dan Kongo. Ini karena hutan Papua merupakan hutan yang masih alami, para penduduknya pun terdiri dari berbagai suku yang masih menyatu dengan alam. Namun seiring dengan bertambahnya waktu, hutan Papua sudah mulai di eksploitasi dengan menggantinya menjadi lahan budidaya tanaman sawit dalam skala yang besar.
Kerusakan hutan Kalimantan dan Sumatra membuat Papua mejadi incaran para investor. Sekarang 4000 km2 luas lahan beralih menjadi lahan budidaya pohon sawit dengan dalih perkembangan ekonomi di Indonesia. Memang pohon sawit penyumbang devisa negara paling besar yaitu lebih dari 7 miliar USD.
Luas hutan Papua sekitar 70,3% dari luas provinsi. Dan satu satunya hutan “belantara” di Indonesia. Kepadatan penduduk yang rendah namun tingkat kerusakan yang tinggi menjadi tantang berat untuk kita sebagai warga negara Indonesia dan pemerintah yang mempunyai kewajiban menjaga bumi ini dari kerusakan.
Antara tahun 2002 sampai 2004 Departemen Kehutanan mencatat sekitar 58 kasus, hanya 12 kasus yang sampai pengadilan dan hanya 9 terdakwa yang terbukti bersalah. Hakim hanya memutuskan hukuman tahanan rata rata 8-12 bulan dan denda antara Rp.500.000 sampai Rp.30.000.000 , ini tidak sebanding dengan hal yang mereka lakukan. Untuk mengembalikan hutan yang telah mereka rusak butuh waktu puluhan atau bahkan ratusan tahun .
Saat ini kerusakan yang besar di hutan Papua adalah penambangan. Seperti yang kita tahu kontrak freeport dengan Indonesia telah diperpanjang sampai 2021 dan masih akan diperpanjang hingga tahun 2041. Pihak freeport menyalah gunakan izin yang dikeluarkan pemerintah tentang pemanfaatan hutan, sungai dan muara sampai ke laut. Dalam surat yang dikirim CERI (Center of Energy and Resources Indonesia) ke KLHK bahwasannya pihak freeport diduga telah mencemari sungai Aghawagon seluas 230 m2. Apakah pemerintah juga memikirkan dampak yang ditimbulkan dari tambang itu?
Walaupun pemerintah mengetahui kejadian yang telah mengakibatkan kerusakan yang berat namun lagi lagi dengan dalih pertumbuhan ekonomi di Indonesia agar dapat menjadi negara yang maju dan makmur secara ekonomi, namun bukannya rakyat miskin semakin makmur tapi semakin miskin dan orang orang kaya yang semakin kaya, jadi apakah pembalakan ini hanya merugikan lingkungan saja?
Sebagai generasi yang “melek” informasi memiliki kewajiban untuk ikut menjaga dengan memanfaatkan teknologi yang ada dengan membuat trobosan-trobosan yang menarik untuk memelihara serta melestarikan hutan yang ada di Indonesia. Kita juga bisa menyebarkan isu-isu lingkungan yang akhir-akhir jarang diketahui oleh masyarakat pada umumnya.
Organisasi pencinta lingkungan dari berbagai kalangan sudah mulai menggalakan tentang pentingnya hutan untuk masa yang akan datang, mereka memang di didik untuk mencintai, menjaga serta melestarikan alam. Dapat memanfaatkan kreativitasnya agar anak anak tertarik dengan hutan. Karena merekalah penerus pemerintahan kelak. Jika mereka mengetahui pentingnya hutan, mereka akan berhati hati dalam mengeluarkan peraturan atau undang-undang. Misal dengan mengadakan camping ceria atau berkemah asik di hutan sambil mengenalkan kehidupan cara bertahan diri atau diisi dengah hal menarik lain yang anak-anak menyukainya. Dengan adanya peran mahasiswa pencinta alam yang dapat menjadi dorongan serta kekuatan lebih dalam melakukan hal tersebut.
Selain itu dapat menanamkan kepada anak-anak konsep membuang sampah di tempat sampah. Dengan ditambah ilustrasi akibat jika mereka membuang sampah sembarangan. Kegiatan demikian para mahasiswa dan penggiat lingkungan dapat berkolaborasi dengan pemerintah dan tenaga pendidik. Jika sudah menjadi kebiasaan mereka akan memiliki perasaan bersalah jika membuang sampah sembarangan. Saat ini yang dapat dilakukan sebagai orang yang memiliki hobi mendaki gunung kita bisa melakukan reboisasi disana, tentu dilakukan dengan berkolaborasi dengan pemerintah terkait. Hal yang perlu diingat adalah tidak semua jenis tanaman cocok di ketinggian tertentu.
Kita tidak punya wewenang seperti pemerintah, tapi kita punya hak untuk menuntut kinerja mereka. Jika keputusan, undang-undang atau kebijakan mereka merugikan hutan dan lingkungan yang ada. Tegakkan hukum seadil-adilnya kepada para perusak hutan dengan hukum yang setimpal. Agar kepercayaan masyarakat kembali kepada pemerintah sehingga lebih peka terhadap kerusakan hutan disekitar mereka.
Jangan menjadi mahasiswa yang apatis terhadap hutan yang ada di Indonesia. Masih ada anak cucu kita yang juga berhak menikmati kekayaan alam Indonesia, apakah kita tega hanya meninggalkan kerusakan yang telah kita perbuat hari ini dikemudian hari? Jadi apa yang sudah kita lakukan sebagai mahasiswa dan warga negara untuk melestarikan hutan? atau malah secara tidak langsung kita turut ikut merusaknya?
Penulis: Aulia Fatra K. (Kawan Are)
Editor: Hani Pramono (Kawan Lemek)