Oleh: Anita Dewi H. (Kawan Pulas) & Erna Listiyaningrum (Kawan Donat)
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Terutama yang dirasakan oleh para petani di desa Tlogoweru, kecamatan Guntur, kabupaten Demak. Hal ini disebabkan tikus sangat sulit dikendalikan karena tikus memiliki daya adaptasi , mobilitas dan kemampuan untuk berkembang biak yang sangat tinggi. Tikus menyerang berbagai tanaman petani, bagian tumbuhan yang diserang tidak hanya biji-bijian tetapi juga batang tumbuhan muda. Untuk mengatasi hama tikus ada beberapa cara yaitu membongkar dan menutup lubang tempat persembunyian dan menangkap tikus, menanam tanaman secara bersamaan, menggunakan pembasmi tikus atau memasang umpan beracun, pengunaan racun ini harus hati-hati karena berbahaya, dan yang efektif adalah dengan menggunakan musuh alami tikus yaitu Burung Hantu.
Burung hantu atau sering dikenal Tyto alba merupakan hewan noctural yaitu aktif pada malam hari dan siang hanya melakukan aktivitas diam dan tidur. Burung hantu memiliki 34 sub spesies yang mana jenis digunakan adalah burung hantu serak jawa (Tyto alba javanica). Mempunyai beberapa karakteristik khusus yaitu makanan utamanya ialah 99% spesifik tikus, kemampuan berburu sangat tinggi, tangkas, cekatan dalam menyambar dan mengejar tikus sampai tanah, mampu mengkonsumsi tikus 2-3 ekor per malam bahkan 5 ekor dan berburu tikus melebihi dari jumlah yang dimakan, daya penglihatan dan pendengarannya pada malam hari sangat tajam karena memiliki sinar inframerah, mampu mendengar cicitan tikus pada jarak 500 meter, kejelian mengincar mangsa dan ketepatan menyambar tikus sangat tinggi, karena bulu Tyto alba memiliki lapisan lilin dan beludru sehingga tidak bersuara saat terbang, kawasan berburu teratur, tidak akan meninggalkan kawasannya selama di kawasannya masih ada tikus, daya jelajah mampu mencapai 12 km dan sangat setia dengan sarangnya selama masih aman, perkembangannya sangat cepat, jumlah telur 5-10 butir, lama pengeraman 21-28 hari, menetas berselang dan rata-rata mampu menetas 80%. Periode bertelur 2 kali setahun. Anakan akan memisahkan diri dari indukya pada umur 4-6 bulan, Tyto alba mudah beradaptasi dengan lingkungannya, mampu hidup lebih dari 5 tahun, burung berumah satu, berpasangan tapi tidak berkelompok dan sepasang Tyto alba mampu mengamankan areal 5-10 hektar untuk persawahan.
Tyto alba sebagai predator alami tikus harus dikembangkan. Pengembangan harus dilakukan dengan cara pengembangan yang inovatif yaitu secara alami dengan dilepas liar dan secara rekayasa dengan dibuatkan rumah. Pengembangan juga harus di pengaruhi oleh campur tangan manusia yaitu 4P yaitu dengan penelitian, penyuluhan, pelatihan dan pelestarian.
Berikut upaya pengembangan Burung Hantu (Tyto alba) yang dilakukan di Tlogoweru antara lain :
1. Investigasi / Identifikasi
lnvestigasi/ Identifikasi dilakukan dengan untuk mengetahui keberadaan Tyto alba dihabitatnya. Seperti di pohon rindang, jembatan, dan bangunan–bangunan yang tidak terpakai.
![owl2](https://mawapalauinsmg.files.wordpress.com/2015/08/owl2.jpg?w=300)
2. Pembuatan Rubuha
Pembuatan rubuha dilakukan dengan mendirikan rumah burung hantu (rubuha) yang disekitarnya telah ada burung pemangsa tikus (Tyto alba). Sesuai habitatnya Tyto alba biasanya akan bersarang di gedung, dipohon rindang atau berlubang dan tempat yang tidak dilindungi. Rubuha terbagi menjadi dua jenis yaitu rubuha sederhana (terbuat dari kayu) dan rubuha parmanen (terbuat dari beton).
![owl3](https://mawapalauinsmg.files.wordpress.com/2015/08/owl3.jpg)
![owl5](https://mawapalauinsmg.files.wordpress.com/2015/08/owl51.jpg?w=199)
4. Introduksi (Pembesaran Anakan)
![owl6](https://mawapalauinsmg.files.wordpress.com/2015/08/owl6.jpg?w=300)
Introduksi dilakukan jika disuatu daerah tidak ditemukan keberadaan Tyto alba. Introduksi atau pembesaran anakan burung hantu (Tyto alba) dilakukan di Karantina Tyto alba. Anakan burung hantu akan di rawat di Karantina sampai 3-4 bulan. Setelah 4 bulan anakan ini baru bisa terbang dan dilepaskan di rubuha
5. Adopsi
Adopsi dilakukan apabila ditemukan indukan yang mempunyai anak sedikit dan diambilkan anakan dari indukan lain yang anaknya terlalu banyak. Dengan syarat umur anakan harus seumuran atau sama besarnya.
![DSCF8147](https://mawapalauinsmg.files.wordpress.com/2015/08/dscf8147.jpg?w=300)
Pelestarian Tyto alba di Tlogoweru dilakukan banyak cara diantaranya Sosialisasi dan publikasi dalam rangka menyelamatkan Tyto alba (sosialisasi paham diberikan ke pada anak) , membentuk TIM Tyto alba, membuat peraturan desa yang isinya melarang untuk membunuh Tyto alba, serta himbauan untuk membuat rubuha.
Tinggalkan Balasan