
Pendahuluan
Setiap kegiatan di alam terbuka pastinya selalu memiliki resiko untuk terjadi kecelakaan. Sebenarnya kasus kecelakaan di kegiatan alam terbuka relatif kecil, akan tetapi setiap terjadi suatu kecelakaan selalu di ekspose secara besar – besaran sehingga banyak pihak yang menganggap bahwa kegiatan alam terbuka resikonya jauh lebih besar.
Dari semua kegiatan dialam bebas yang sangat berisiko terjadi kecelakaan adalah kegiatan menelusuri gua, karna disebabkan medannya yang tertutup, kegelapan total, system pergoaan yang kompleks, lingkungan permukaan yang khas, iklim lingkungan permukaan, karakter dan aktifitas geologi menjadi ancaman yang berpotensi menimbulkan risiko bagi seorang penelusur gua.
Walau begitu ketika terjadi kecelakaan tidak selayaknya disalahkan pada faktor alam, karena hampir semua merupakan kesalahan manusia, walau ancamannya berasal dari faktor alam. Hal ini beralasan karena semua penggiat seharusnya sudah dibekali dengan manajemen penelusuran, pengetahuan, kemampuan teknis, dan safety procedure ketika memulai kegiatan sebagai bagian dari upaya untuk memanage risiko.
Manajemen risiko kegiatan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menurunkan semua konsekuensiatau dampak yang merusakatau merugikan yang sudah diperhitungkan diawal. Risiko sendiri berarti kemungkinan timbulnya konsekuensi yang merusakatau merugikan yang sudah diperkirakan, seperti hilangnya nyawa, cedera manusia, rusak atau hilangnya asetatau peralatan, maupun rusaknya lingkungan yang disebabkab adanya interaksi antara ancamanatau bahaya dengan kegiatan manusia. Ada dua klasifikasi risiko bila melakukan kegiatan didalam gua yaitu : a) Anthroposentrisme, b) Speleosentrisme.
Pembahasan
Setiap kegiatan di alam terbuka pastinya selalu memiliki resiko untuk terjadi kecelakaan. Dari semua kegiatan dialam bebas yang sangat berisiko terjadi kecelakaan adalah kegiatan menelusuri gua, karna disebabkan medannya yang sulit dan tidak ada sumber cahaya sama sekali dari alam. Ada dua klasifikasi risiko bila melakukan kegiatan didalam gua yaitu : a) Anthroposentrisme, b) Speleosentrisme.
Anthroposentrisme adalah bahaya yang dapat menimpa manusia sebagai pelaku kegiatan penelusuran gua. Bahaya yang disebabkan oleh manusia itu sendiri seperti kurangnya persiapan (informasi, fisik, teknik, perlengkapan, logistik), tidak menguasai teknik dan peralatan ( salah alat, melepas alat, tidak disimpul ), tidak menguasai teknik penelusuran (panjat, renang, selam, SRT ). Faktor dari peralatan seperti berkurangnya kualitas peralatan (aus, rusak, friksi pada saat penggunaan dan penggunaan alat yang tidak semestinya serta faktor dari alam dan gua juga menjadi bagiannya.
Speleosentrisme adalah bahaya yang dapat menimpa gua akibat dipergunakan sebagai media kegiatan penelusuran gua, baik kerusakan secara fisik maupun gangguan sistem dan ekosistem gua. Ada beberapa pengaruh kegiatan penelusuran terhadap gua yaitu pengaruh terhadap bentukan didalam gua seperti perusakan ornamen gua, pengotoran lingkungan gua, kunjungan yang terlalu berlebihan yang mengakibatkan banyaknya sampah di gua, serta pengaruh ledakan populasi hama akibat terganggunya biota gua ( walet, sriti, kelelawar ).
Kegiatan penelusuran gua di Indonesia memiliki banyak accident yang terjadi baik didalam gua yang berbentuk horizontal dan vertikal dengan contoh kasus sebagai berikut :
Gua Pindul, 13 Mei 2012, gua horizontal berair, Gunung Kidul – Yogyakarta, 2 warga Wonosari, Gunung Kidul meninggal dunia karena tenggelam di Gua Pindul. 2 remaja ini bersama teman-temannya masuk ke Gua Pindul tanpa memiliki kemampuan penelusuran gua dan tidak menggunakan peralatan penelusuran gua yang memadai, khususnya pelampung, helm dan alat penerangan. Gua Pindul yang mempunyai panjang 350 meter tersebut merupakan lorong sungai bawah tanah dengan kedalaman air 5-12 meter.
Gua Sibodak, 6 Mei 2017, goa vertikal dengan kedalaman sekitar 25 m. Satu anggota Gegama Univ. Gajah Mada Yogyakarta terjatuh pada saat naik lintasan pada ketinggian 11 meter dari dasar (human error, kurang memperhatikan peralatan yang digunakan). Korban luka-luka dan berhasil dievakuasi.
K-20, 2005, gua vertikal, maros-sulawesi selatan, korban hidup penelusur gua vertikal, tertimpa runtuhan baru dari tambatan. Tergantung pada kedalaman 60 meter, korban di evakuasi sementara pada teras di atasnya, untuk kemudian di stabilisasi di basket stretcher. Korban mengalami patah tulang leher, dan tulang belakang. Proses evakuasi selama 13 jam, korban selamat.
Berdasarkan kasus pertama yang terjadi di Gua Pindul yang merupakan gua horizontal dengan panjang 350 meter dan merupakan lorong sungai bawah tanah dengan kedalaman air 5-12 meter, kecelakaan terjadi karena pada saat persiapan peralatan penelusuran gua tidak mempersiapkan alat dengan atau tidak sesuai prosedur keamanan, khususnya pelampung, helm dan alat penerangan. Karena merupakan gua dengan kondisi berair maka jika ingin melakukan diving, maka butuh bantuan alat pernapasan dan pakaian khusus. Nekat memasuki gua pada musim hujan tanpa mempelajari topografi dan hidrologi karst maupun sifat sungai di bawah tanah beresiko besar terjadi kebanjiran, karena banjir merupakan penyebab kecelakaan yang paling banyak.
Berdasarkan kasus kedua yang terjadi di Gua Sibodak yang merupakan jenis gua vertikal, korban terjatuh pada saat naik lintasan pada ketinggian 11 meter dari dasar. Maka penting sekali sebelum melakukan penelusuran gua vertikal, harus benar-benar melakukan checking alat dengan teliti, apakah alat yang dipakai aman untuk digunakan atau tidak, khususnya pada kasus tersebut yaitu alat ascender (alat untuk meniti tali ke atas) yang bermasalah. Penguasaan Teknik Penelusuran Gua Vertikal atau SRT (Single Rope Teknik) dengan baik juga menjadi faktor penting dalam penulusuran gua vertikal sehingga human error dapat diminimalisir. Fisik dan mental penelusur juga harus kuat, karena kegiatan ini menguras tenaga banyak dan sehingga ketika berada pada suatu kondisi tertentu tidak terjadi kepanikan.
Berdasarkan kasus ketiga, kecelakaan terjadi karena korban tertimpa runtuhan baru dari tambatan. Maka dapat diketahui bahwa penting ketika melakukan pemasangan lintasan atau rigging harus memperhatikan tambatan yang akan digunakan apakah aman digunakan, dengan melihat posisi anchor yang akan digunakan dan menguji kekuatan anchor yang akan kita gunakan serta memasang back-up anchor untuk berjaga-jaga ketika main anchor jebol. Bersihkan lantai atau dinding yang dilewati dari batu yang mungkin runtuh ketika anggota tim lain melewati, sehingga kecelakaan tertimpa reruntuhan gua dari tambatan yang dibuat dapat diminimalisir.
Kesimpulan
Dalam kegiatan speleologi dan penelusuran gua, bahaya dari faktor lingkungan dapat diminimalkan bahkan dihilangkan bila kualitas sumber daya manusia (SDM) atau pelaku kegiatan di optimalkan. Antisipasi mengurangi dampak kecelakaan bisa dilakukan dengan sering melatih skill dan fisik untuk penulusuran gua khususnya SRT pada gua vertikal dan belajar mengamati karakteristik gua dan selalu belajar dari pengalaman kecelakaan yang sebelumnya serta selalu patuh pada etika, moral, kewajiban dan kode etik yang sudah disepakati untuk penelusuran gua. Manajemen penelusuran juga yang merupakan suatu aturan atau langkah-langkah yang harus diikuti sebelum, dan dapat dilaksanakan selama dan sesudah kegiatan. Gunakan perlengkapan dan peralatan standar safety minimal SRT set untuk penelusuran gua yang sudah diuji keaamanannya dan harus mengerti dalam pemakaiannya. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa perlu menganalisa lingkungan tempat kita berkegiatan baik cuaca, tingkat kerapuhan dan biota yang mungkin dapat mengganggu dan membahayakan, serta dampak yang mungkin timbul akibat kegiatan.
Daftar Pustaka
ASCYOGYAKARTA. 2013. “BAHAYA PENELUSURAN GUA”, http://asc.or.id/asc-jogja/bahaya-penelusuran-gua/, diakses pada 10 September 2020
“Basis Data Kecelakaan”, https://caves.or.id/basis-data-kecelakaan, diakses pada 10 September 2020
Diktat HIKESPI
Gitapala. 2014. “STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DIVISI PENELUSURAN GOA”, https://gitapala.tp.ugm.ac.id/2014/09/19/standar-operasional-prosedur-divisi-penelusuran-goa/ , diakses pada 10 September 2020
Introduksi Speleologi ASC
Warman, Mai. 2013. “CATATAN KECELAKAAN DI GUA TAHUN1988-2013”, https://sscnusantara.wordpress.com/2013/04/10/catatankecelakaan-di-gua-tahun-1988-2013/,diakses pada 10 September 2020
Oleh: Faizal Nur Rokhman (Kawan Crab)
Divisi Caving
Tinggalkan Balasan