Doc. Mawapala


Bahaya yang sudah banyak diketahui oleh masyarakat, tetapi masih belum ada penanganan secara baik dan tepat. Banyak bahaya yang mengintai yang akan didapat ketika melakukan kegiatan pendakian tanpa safety prosedur yang benar. Terutama Hipotermia yang sudah banyak sekali kasusnya dan belum ada penanganan yang tepat. Karena kegiatan pendakian ini akhir – akhir ini menjadi hobi baru untuk beberapa pemula yang belum paham mengenai bagaimana teknik pendakian yang baik dan benar.

Apalagi di Indonesia ini sedang menjamur melakukan pendakian yang tujuannya hanya demi konten semata. Sehingga banyak orang yang mengabaikan safety prosedur yang seharusnya dilakukan ketika akan melakukan kegiatan pendakian. Banyak sekali kasus dalam pendakian terutama mengenai Hipotermia yang harus disikapi apa penyebabnya dan bagaimana penanganannya. Tujuan penulisan ini guna menyadarkan para pendaki dan pembaca agar lebih berhati-hati dalam mendaki sebuah gunung. Tetapi tidak hanya gunung saja kegiatan lainnya juga harus sadar sebuah resiko dan juga mengerti cara penanganannya. Dengan demikian lebih baik jika sebelum memulai kegiatan hendaknya mencari tau kondisi tempat juga mempelajari ilmu dasarnya.

Pendahuluan
Beberapa tahun ke belakang ini pendakian gunung mulai trend kembali. Entah mengapa banyak sekali orang ingin mendaki gunung. Tidak hanya orang dewasa remaja bahkan anak-anak kecil sekarang mulai coba mendaki gunung. Semakin banyak pendakian gunung maka semakin banyak resiko terutama bagi mereka yang baru mencoba-coba mendaki gunung. Oleh karena itu pendakian gunung bukankah kegiatan alam bebas yang mudah. Kegiatan alam bebas ini memerlukan berbagai macam persiapan mulai dari kekuatan fisik kekuatan mental cara mengatur waktu yang baik dan harus juga mempelajari kondisi kondisi trek gunung tersebut kondisi mata air.

Tidak hanya itu saja pendaki juga harus mempelajari seluk beluk tentang gunung tersebut. Mulai dari mitos-mitos apa saja yang berada di gunung tersebut suku dan adat istiadat yang harus dijaga saat melakukan perjalanan dan juga jarak antara pos ke pos harus kita tahu. Sekarang banyak sekali orang yang mendaki gunung tanpa mengetahui pengetahuan dasar pendakian gunung. Pengetahuan dasar pendakian gunung terdengar penting apabila ada sesuatu yang tidak kita duga atau tidak kita rencanakan terjadi kita tahu apa yang harus kita lakukan dengan mempelajari dasar pendakian gunung yang baik dan benar. Semenjak kegiatan alam bebas ini banyak diminati banyak juga kecelakaan yang terjadi selama pendakian entah itu hilang entah itu jatuh entah itu hipotermia entah itu tersesat.

Pembahasan
Mendaki gunung pada dasarnya merupakan kegiatan yang menuntut fisik dan mental tetapi tidak hanya itu saja pengetahuan dasar bertahan di alama juga penting.mendaki gunung juga salah satu kegiatan yang mempunyai banyak resiko yang cukup bahaya dan cukup fatal akibatnya Banyak sekali bahaya jika kita ingin mendaki gunung salah satunya melanggar adat istiadat yang sudah ada di gunung tersebut jika kita melanggar adat dan istiadat tersebut kita akan mendapat sedikit gangguan dari para penunggu di sana sebaiknya saat kita harus menaati adat istiadat di gunung tersebut. Selama masa pandemi ini hampir semua gunung ditutup karena membantu pemerintah mengurangi penularan virus Corona serta mengurangi kumpulan orang-orang.
Ketika masa new normal yang sudah diterapkan pemerintah satu persatu gunung dibuka tapi tetap ada syarat-syarat tertentu yang harus ditaati seperti surat kesehatan atau membawa handtanitizer, memakai masker serta menjaga jarak atau pengurangan rombongan pendakian.

Tapi akhir-akhir ini banyak sekali pendaki yang tersesat dan hipotermia. Tapi setelah beberapa bulan ditutup sekarang mulai banyak gunung yang dibuka di era new normal ini lagi tetapi harus mematuhi protokol kesehatan. Setelah gunung mulai kembali dibuka ada kejadian yang tidak mengenakkan di pendakian gunung tepatnya di gunung Lawu. Tidak hanya terjadi di gunung Lawu saja melainkan gunung lain juga terjadi beberapa kasus yang sama. Yaitu pendaki yang mengalami hipotermia dan tidak bisa mengatasi hipotermia tersebut. Disini saya akan mengulas sedikit tentang pendaki yang meninggal karena hipotermia di gunung Lawu. Tetapi tidak hanya hipotermia saja yang menjadi bahaya yang berisiko masih banyak risiko dalam pendakian. melakukan pendakian dapat membahayakan nyawa yang bisa disebabkan oleh medan pendakian, cuaca buruk ketika di gunung, tersesat ataupun terjatuh.
Terkadang penyakit yang sering di alami para pendaki juga cukup banyak yaitu, diare, dehidrasi, hipotermia, serangan panas dari matahari, terluka akibat terkena duri atau semacamnya, dan juga kaki keseleo ataupun patah. Itu termasuk risiko dari sumber daya manusia atau risiko dari manusia itu sendiri. Risiko tidak berupa kecelakaan ataupun masalah saja tetapi ada juga ancaman dari lingkungan sekitar. Seperti serangan dari hewan buas,kontak langsung dengan tanaman beracun yang mengakibatkan ruam pada kulit, bahkan termasuk tersambar petir ( terutama ditanah yang tinggi.

Beberapa bulan yang lalu (tepatnya pada tanggal 22 juli 2020) sempat viral sebuah video yang berisi seorang pendaki gunung yang tanpa mengenakan baju dan kondisinya sendirian tanpa adanya rombongan lain. Lalu baju korban dipakai untuk membawa pohon Cantigi seperti layaknya benda yang berharga. Dalam itu korban masih bisa menjawab pertanyaan dari pendaki tersebut lalu secara fisik korban sudah merasa kedinginan dan menggigil serta menggosok-gosokkan badannya. Video ini viral di sosial media dan yang merekam adalah rombongan pendaki dari Ungaran.
Rombongan korban terdiri dari 6 orang yaitu 5 laki-laki dan 1 perempuan yang bernama Irfan Hermanto (22 tahun), fajar Nurhadi (19 tahun),Tri Danu Mahardika (17 tahun), Tegar Eka Prasetya (16 tahun) dan Nurhayati (17 tahun) serta korban sendiri Andi Sulisetiawan (18 tahun). Rombongan korban berasal dari Karanganyar yang berangkat melalui jalur cemoro Sewu pada tanggal 4 Juni 2020 sekitar pukul 16.00 WIB dan sampai pada hargo dumilah 22.00 WIB rombongan tersebut memutuskan untuk membuat tenda hargo dumilah yang terdiri dari 2 tenda, 1 tenda ditempati 4 orang dan 1 tenda di tempati 2 orang. Awalnya teman si korban yang bernama Nurhayati meminta diantar untuk membuang air kecil tapi tidak ada yang terbangun saat tidur hayati itu korban sedang berada di luar tenda. Berhubung hanya ada korban yang diluar tenda, Nurhayati meminta untuk diantar oleh korban saja.

Setelah selesai buang air kecil Nurhayati mencari korban korban yang bernama Andi Sulistiawan.
Tetapi setelah dicari tidak menemukan keberadaan korban dan dipikir korban telah kembali duluan ke tenda. Setelah tibanya Nurhayati tenda iya tidak menemukan korban di tenda seketika teman-teman yang sudah terbangun mencoba mencari korban mulai dari sekitaran tenda mereka di pos hargo dumilah hingga hargo tiling namun setelah mencari cukup lama korban tidak juga ditemukan. Lalu rombongan pun memutuskan untuk turun dan melaporkannya ke basecamp. Setelah mendapat laporan dari rombongan korban tim SAR dan relawan anak gunung Lawu mulai mempersiapkan keberangkatannya. Relawan mulai berangkat pukul 11.00 wib dari cemoro kandang ke puncak tetapi dalam perjalanan kondisi tidak memungkinkan dikarenakan hujan lebat. Relawan anak gunung Lawu baru menginformasikan kabar terkini pada pukul 20.00 wib berdasarkan komunikasi ht bahwa korban sudah ditemukan dan masih dalam proses penurunan ke basecamp.Kemudian perkiraan sampai basecamp yaitu sekitar jam 23.00 wib.

Salah satu relawan gunung Lawu mengungkapkan bahwa si korban ditemukan di dalam jurang sedalam 7 meter di kawasan geger Boyo.
Setelah korban berhasil diturunkan korban langsung dilarikan ke Puskesmas Tawangmangu untuk dilakukan visum luar. Kapolsek Tawangmangu mengungkapkan bahwa hasil visum menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh korban tetapi hanya ada lecet-lecet di bagian tangan serta mengungkap mungkin karena jatuh atau terkena ranting. Setelah hasil visum Puskesmas tawangmangu keluar korban lalu diserahkan kepada keluarga korban lalu dimakamkan di kediaman korban.

Dari cerita diatas kita belajar bahwa PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat) itu wajib untuk dipelajari sebelum mendaki gunung. Karena dalam materil ataupun ilmu PPGD sangat banyak sekali manfaatnya maka hendaklah sebelum mendaki gunung kita harus bisa menguasai salah satu dari banyak ilmu yang berada di PPGD. Seperti langkah dasarnya yah terdiri dari Airway merupakan langkah untuk melihat jalur pernapasan pada korban, Breathing merupakan langkah yang dasarnya hampir sama seperti airway karena pada langkah ini juga memeriksa apakah korban mengalami gangguan pernapasan atau tidak, jika ya segera berikan napas buatan, Circulation merupakan langkah untuk mencegah adanya sirkulasi oksigen yang terhambat, Disability Menilai tingkat kesadaran korban dengan metode A-V-P-U yaitu Alart (kesadaran), Verbal respon (reaksi terhadap rangsangan suara), Pain respon (reaksi terhadap ransangan sentuhan), Unresponsive (tidak ada respon).

Adapun alogaritma dasar PPGD :
Jika ada pasien tidak sadar.
Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong.
Beritahukan kepada lingkungan kalau Anda akan berusaha menolong
Cek kesadaran pasien dengan melakukan metode AVPU
A : Alert => Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V .
V : Verbal => cobalah memanggil-manggil korban dengan dengan berbicara keras di telinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien), jika tidak merespon lanjut ke poin P.
P : Pain => cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku, selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal di atas mata (supra orbital)
U : Unresponsive => setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive
Saat seseorang terkena hipotermia yang merupakan kondisi ketika temperatur tubuh menurun drastis suhu normal yang dibutuhkan oleh metabolisme dan fungsi tubuh yaitu di bawah 35 derajat Celcius.

Ciri-ciri bahwa seseorang mengalami hipotermia yaitu berbicara dan kondisi gagap merasa kedinginan atau multi skill merasa mengantuk atau lemas dan nafas pendek dan pelan. Setelah kita tahu bahwa teman kita atau seseorang yang berada di dekat kita mengalami hipotermia kita harus cepat memberikan pertolongan pertama agar korban selamat.

Penanganan pertama yaitu :
pindahkan korban dari lingkungan atau area dingin atau yang banyak diterpa angin jika mengalami hipotermia di gunung maka cepat pindahkan korban ke dalam tenda.
Ganti pakaian korban dengan pakaian kering serta tebal.
Untuk menghangatkan tubuh korban kompres tubuh korban dengan handuk atau kain yang direndam di air hangat lalu tempelkan handuk atau kain tersebut di beberapa bagian tubuh korban seperti dada leher dan pangkal paha.
Setelah itu buatlah minuman hangat dan manis.
Jika itu tidak berhasil maka lakukanlah skin to skin yang artinya peluk korban atau usap-usap telapak tangan dan telapak kaki korban.
Jika korban tidak menunjukkan kondisi kehidupan atau bernapas dan bergerak segeralah melakukan CPR.

Dari segi manajemen perjalannya mereka telah melakukan kesalahan. Seharusnya ketika ingin pergi kesuatu tempat haruslah menerapkan prinsip 5w+1h sebelum melakukan perjalanan. 5w+1h itu terdiri dari:
What ,apa kegiatan yang akan kamu lakukan ?
When, kapan waktu pelaksanaan kegiataan?
Where, dimana kita akan melakukan kegiatan ?
Who, siapa yang akan melakukan kegiatan dan juga jumlahnya ?
Why, kenapa kita melakukan kegiatan itu ?
How, bagaimana rencana tentang kegiatan itu ?
Pada saat ingin berpergian hendaklah membuat jadwal mulai dari perencanaan yang meliputi apa saja tujuan kondisi fisik, mental serta tempat kegiatan yang akan kita tuju dan juga berapa lama perjalanan kita, Persiapan yang meliputi kegiatan untuk menunjang kegiatan kita dengan berlatih fisik dan mental mengasah kemampuan keteramampilan dan juga pengetahuan, dan yang terakhir pelaksanaan semua tujuan dari prencanaan dan juga persiapan.

Di tahap pelaksanaan ini yang menentukan apakah perencanaan dan juga persiapanmu tepat atau tidak. Dan ini menjadi salah satu kesalahaan dari rombongan di atas, mereka tidak mengatur jadwal kegiatan mereka. Seperti membangun tenda pada jam 22.00 WIB itu seharusnya sudah masuk di jam istirahat manusia. Seharusnya mereka bisa membangun tenda sebelum jam 22.00 WIB atau bisa juga paling lambat jam 20.00-21.00 WIB. Kelelahan merupakan salah satu dari kesalahan yang mereka lakukan sehingga terjadinya kejadian seperti itu. Di saat korban kelelahan lalu pikiran kosong korban jadi cepat untuk halusinasi. dengan halusinasi itu membuat korban menjadi berpikir yang macam-macam dan keluar dari akal sehatnya jadi terjadilah kerjaan yang tidak diinginkan rombongan tersebut. Sebelum mendaki gunung harusnya mempersiapkan semuanya dengan matang seperti membawa makan secukupnya dan juga pakaian yang cocok digunakan dalam perjalanan.
Setelah korban dinyatakan menghilang maka rombongan secepatnya turun untuk memberi informasi kepada basecamp untuk mencari dan mengevakuasi korban. Para relawan dan gabungan tim SAR mulai melakukan tahapa-tahapan E-SAR :
PreliminaryMode (Pendataan/Tahap Awal)

Mengumpulkan informasi awal, saat dimulai dari tim pencari dimintai bantuan sampai kedatangan di lokasi, formasi dan rencana pencarian, Penentuan POD (Probability Of Detection), rute dan peta, data korban, perhitungan-perhitungan dan kemungkinan-kemungkinan, dan lain-lain.
Confinement Mode (Pembatasan/Pemagaran)
Membuat pembatasan pada area pencarian untuk mengurung atau membatasi kemungkinan pergerakan korban agar tetap dalam area pencarian yang diinginkan. Pemikiran yang melatar belakangi confinement adalah menjebak Subyek di dalam satu area yang kita ketahui batas-batasnya sampai area itu dapat di sapu oleh tim pencari (dilakukan pencarian).

Di dalam praktek, Confinement mungkin tidak mudah di capai, tetapi untuk daerah pencarian yang luas, ini akan sangat berharga dan suatu kerja yang ada dasarnya. Confinement Mode terdiri dari :
Trail Block adalah pemblokiran jalan setapak. Tim kecil harus mencatat / mendata setiap orang yang masuk / keluar jalan setapak yang sudah diblokir, dan memberitahu orang-orang yang melewati jalan setapak tersebut bahwa ada orang yang hilang. Tempat ini tidak boleh kosong, minimal pada ujung tertentu ditempatkan satu orang pencari / petugas. Trail block harus tetap di awasi sepanjang waktu sampai OSC/SMC memerintahkan dalam bentuk lain. Trail Block di gunung bisa dilakukan dengan memblokir jalur-jalur setapak yang dijadikan pintu keluar-masuk oleh para pendaki, dan jalur-jalur setapak yang biasa digunakan oleh warga setempat untuk keluar-masuk hutan saat mencari rumput ataupun kayu bakar.
Road Block atau pemblokiran jalan. Satu kelompok tim pencari diberi tugas memblokir jalan yang diperkirakan dilewati korban. Tugas ini biasanya diberikan kepada tim pencari dengan mobilitas yang didukung sarana / kendaraan yang memadai. Jadi pada dasarnya sama dengan Trail Block.

Road Block dapat dikerjakan oleh tenaga sukarela dengan memblokir jalan-jalan desa atau perkebunan dengan maksud apabila subyek lewat di jalur ini segera dapat tertangkap oleh tim pencari. Road Block di gunung dapat dilakukan dengan menghadang di jalan lingkar yang menyabuk di kaki gunung yang dicurigai kemungkinan subyek melalui jalur tersebut setelah lolos dari hutan.
Look Out. Sering ada tempat-tempat di sekitar batas dari search area yang memberikan pandangan yang luas ke dalam lembah atau sungai di sebelahnya. Sebuah tim kecil di tempatkan pada posisi itu sehingga dapat mengawasi daerah sekitarnya dengan teropong, dan ada kemungkinan dapat mendeteksi subyek bila ia bergerak lewat di sana. Beberapa bentuk peralatan (asap, bunyi-bunyian, lampu, bendera) dapat di gunakan untuk menarik perhatian subyek. Dapat juga dilakukan dengan tetap menempatkan seorang pengamat, sementara tim kecil lain bergerak memeriksa beberapa lokasi lain dan obyek-obyek mencurigakan yang berada di dalam jarak pandang pengamat.
Camp IN. Sebuah camp-in dapat juga berbentuk Look Out (pos pengamat), Trail block, radio relay (penghubung radio), atau situasi lain dimana satu tim kecil menempati lokasi-lokasi tertentu dimana posisinya mempunyai luas pandangan yang baik, cabang/pertemuan dari jalan-jalan setapak, ataupun pertemuan sungai. Pergunakan alat-alat yang dapat menarik perhatian subyek seperti pada Look Out.

Track Trap adalah upaya dari tim pencari untuk menjebak subyek sehingga meninggalkan tanda-tanda apabila lewat di lokasi ini. Posisi pemasangan track traps harus di informasikan kepada tim pencari di lapangan agar mengetahui lokasi track traps. Debu atau lumpur dapat dipergunakan untuk mendeteksi jejak sepatu subyek apabila dia melewatinya, dan harus diperiksa secara berkala.
String Line. Look out dan camp in akan lebih efektif di daera yang terbuka dimana jarak pandang cukup baik. Jika di daerah yang lebat dan bersemak, maka perlu penggunaan tali sebagai pembatas area pencarian sekaligus penunjuk arah bagi pencari dan korban.
Detection Mode (Tahap Pengenalan)
Pemeriksaan tempat-tempat yang dicurigai bila dirasa perlu dan pencarian dengan cara menyisir / menyapu yang diperhitungkan untuk menemukan orang yang hilang atau barang-barang yang tercecer. Detection Mode ada beberapa Tipe, antara lain:
Pencarian Tipe 1 ( Hurry Searching )
Pemeriksaan di daerah spesifik yang dimungkinkan korban berada.
Diperoleh data tentang area pencarian.
Digunakan pada awal operasi dan atau secara berulang untuk memastikan daerah yang mungkin terlewati / teridentifikasi.
Tim beranggotakan sumber daya manusia yang bermobilitas tinggi, yang mengenal medan, mampu menyisir semak, sungai, jalan setapak, gua, gubuk, dan lain-lain.
Pencarian Tipe 2 ( Open Grid )
Pencarian cepat di area yang luas dan tidak ada wilayah yang teridentifikasi.
Digunakan pada awal operasi, terutama bila korban dikhawatirkan kemampuan bertahannya lemah.
Bersifat cepat, praktis dan efisien namun tidak efektif apabila jumlah tim pencari dibandingkan luas area pencarian tidak sepadan.
Pencarian Tipe 3 ( Close Grid )
Pencarian yang cermat atas area yang spesifik / sudah teridentifikasi.
Digunakan apabila prosentase penemuan korban pada Tipe 2 kecil.
Area pencarian kecil sedangkan jumlah tim pencari berlebih.
Pencarian bukti – bukti yang pasti.
Tracking Mode (Tahap Pelacakan)
Tracking merupakan usaha melacak jejak Subyek, atau tanda-tanda yang ditinggalkan oleh subyek (catatan: Tracking diperlukan personil yang terlatih, atau bisa juga digunakan anjing pelacak yang dilatih secara khusus untuk terlibat dalam operasi pencarian).


Evacuation Mode (Tahap Evakuasi)
Usaha memberi perawatan darurat dan memindahkan subyek ke tempat penampungan yang layak (catatan: untuk operasi E-SAR di gunung sebaiknya disediakan tim khusus untuk Evakuasi Medan Sulit mengingat situasi medan di gunung).
Tiga hal pokok yang harus dilakukan pencari apabila berhasil menemukan Survivor dalam keadaan hidup:
Memberikan pertolongan pertama bila diperlukan. Dalam hal ini personil harus benar-benar memiliki kemampuan pertolongan pertama, karena kalau salah menangani akan mengakibatkan korban bertambah parah bahkan bisa meninggal.
Meyakinkan pada survivor bahwa Ia akan selamat
Mengabarkan ke pangkalan pengendali tentang kondisi dan lokasi ditemukannya survivor.

Bila survivor dalam keadaan meninggal.
Tidak boleh merubah posisi survivor sebelum ada perintah dari SMC.
Menjaga survivor dari segala gangguan yang mungkin terjadi
Melaporkan ke pangkalan untuk dievakuasi

Teknik yang digunakan dalam evakuasi :
Memapah
Memandu
Bantuan helicopter
Modifikasi dari teknik yang ada

Kesimpulan
Peristiwa ini berawal dari satu gelombang yang berasal dari Karanganyar dan berisikan 6 orang mendaki gunung Lawu melalui jalur cemoro Sewu. kejadian tak mengenakkan terjadi pada ruangan ini ya itu salah satu orang di ruangan tersebut hilang dan ditemukan tewas di puncak gunung Lawu tepatnya di geger Boyo. Diagnosa tewas karena hipotermia.materi yang bisa diambil dari peristiwa di atas di atas seperti materi PPGD materi ini mengajarkan kita tentang pertolongan pertama gawat darurat yaitu apa yang harus kita lakukan saat teman kita atau salah satu anak yang ada di dekat kita mengalami kecelakaan kita tahu cara penanganannya. Materi yang kedua yaitu manajemen perjalanan di dalam manajemen berjalan inilah menjadi apakah kegiatan kita berjalan dengan lancar atau tidak. Yang ada dalam materi ini semua kegiatan kita diatur didalam materi ini. Karena itulah pentingnya 5W+1H di dalam manajemen suatu perjalanan. Dan yang terakhir materi jungle rescue atau SAR, dalam materi ini kita bisa mengetahui mengetahui gejala apa yang terjadi dengan cara penanganan gejala tersebut dan masih banyak lagi manfaat dari materi ini.

Penutup
Korban yang hilang di gunung Lawu mengantarkan salah satu temannya untuk buang air kecil akhirnya ditemukan tewas dalam kondisi tidak memakai pakaian atau baju. Lalu tim SAR dan tim lawan menemukannya dalam keadaan tewas dan langsung di visum jadi visum korban dibawa ke rumah duka yang di Karanganyar. Saran saya untuk masalah ini sebaiknya kawan-kawan membuat manajemen perjalanan yang baik seperti apa dan harus istirahat jam berapa serta makan pukul apa saja agar semua kegiatan tertata dengan rapi dan tidak ada terjadinya kelelahan dan kekurangan tidur. Serta mempelajari adat istiadat di tempat tersebut seperti apa dan menghormati adat dan istiadat tersebut agar kita dijauhkan dari kejadian yang tidak kita inginkan




Daftar Pustaka

https://www.halodoc.com/artikel/hindari-hal-ini-saat-mengatasi-hipotermia
https://m.liputan6.com/regional/read/4298121/cerita-pendaki-hilang-di-gunung-lawu-gunung-guntur-dan-gunung-slamet
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5082678/cerita-mistis-seputar-hilangnya-pendaki-di-gunung-lawu
Materi PPGD dikutip dari Diktat 2019
Materi E-SAR dikutip dari Diktat 2019

Penulis: Anggi Astuti Lubis (Kawan Sotel)

Dalam Pendidikan Lanjut Online Divisi Gunung Hutan Mawapala 2020

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *