Doc. Mawapala

Alam memang memang tak bisa ditebak dan segala sesuatu itu tergantung sikap dan niat kita, maka dari itu pentinglah kita menghargai sesama makhluk hidup dan khususnya bagi diri kita masing-masing juga harus dipersiapkan dengan matang, tak ada kata darurat jika semuanya telah dipersiapkan dengan matang.

Jikalau hal yang tidak diinginkan terjadi atau karna kecerobohan dan faktor alam yang sedang tidak bersahabat kita masih bisa mengatasinya dengan pengetahuan dan mental yang telah kita siapkan sebelum pendakian dengan Manajemen Perjalanan Rimba Gunung atau MPRG yang matang mulai dari makanan, minuman, peralatan, P3K, survival kit, perlengkapan khusus, dan lainnya.

Apabila tersesat juga jika kita telah mempersiapkan kemungkinan negative kita bisa atasi dengan cara ilmu peta dan kompas dan Navigasi Darat untuk menemukan lokasi kita dengan cara Ressection kemudian dilanjutkan dengan Intersection atau jika hal tersebut ternyata tidak cukup dan kita tersesat dengan kekurangan bekal kita masih bisa mencari segala sesuatu di alam karena alam telah menyediakan segalanya, tapi tentunya harus dengan ilmu, yaitu survival, SOS, dan menemukan jejak. Masalah yang di luar kemungkinan manusiawi masih bisa kita cengah dengan cara berprilaku sopan dan berdoa, sisanya diserahkan dengan perlindungan dan kepada tuhan yang maha baik.

Pendahuluan
Dunia pendakian khususnya di Indonesia raya ini memang mengalami peningkatan yang cukup fantastis, mungkin karena pengaruh film pendakian, pengarus sosial media, mencari ketenangan dan hal baru, atau memang sudah tertanam pada diri penggemar dunia aktivitas alam bebas sehingga mendaki menjadi hobby yang sudah mandarah daging, semua itu sah adanya jikalau seorang pendaki sudah mengenal SOP sebuah Lembaga, misalkan Taman Nasional atau lain sebagainnya.

Tidak hanya itu saja, seorang pendaki juga dituntut untuk mengetahui dasar-dasar pendakian, sehingga dalam emplementasinya berjalan dengan baik saat mendaki gunung dan memperkecil kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan selama pendakian juga masalah lainnya yang biasa terjadi di gunung dan harus dipahami para pendaki. Jadi dalam hal ini kita harus mempersiapkan dengan matang, termasuk persiapan mental, bekal, perlengkapan, sikap, dan juga pengetahuan, tapi tentunya bukan hanya jika mau ke gunung saja kita harus matang persiapan, kemana pun kita harus senantiasa matang persiapan agar segalanya berjaalan dengan lancer dan kita tentunya yang paling penting kita selamat.

Dari perkembangan dunia pendakian di Indonesia memang tak lepas dari pengaruh yang disebutkan di atas, khususnya pada era modern sekarang ini media sosial menjadi pengaruh paling besar pada kehidupan, juga pada dunia pendakian. Di internet pun kita sering melihat postingan foto atau video yang ekstensinya lebih ke situ, mengekspose keindahan alam semesta yang membuat takjub dan kagum yang melihatnya sehingga ramai orang-orang yang penasaran kemudian mencoba dating dan menelusuri dengan dalih penikmat.

Namun semua itu wajar adanya bagi manusia sekarang akan tetapi ia harus tau bagaimana etika mendaki lebih utama juga pulang dengan selamat. Tapi tak dapat dipungkiri pula minimnya pengetahuan dibalik perkembangan dunia pariwisata khususnya minat wisata alam lebih spesifik pendakian memunculkan kemelut yang sungguh ironis, yaitu kecelakaan di gunung, kehabisan bekal, tersesat, hypothermia, sampah, dan yang paling parahnya lagi adalah resiko kematian karna kurangnya pengetahuan dan pesiapan sebelum pendakian.

Pembahasan
Semenjak dulu memang dunia pendakian di Nusantara ini selalu memakan korban, kecelakaan yang terjadi pun karena berbagai faktor, mulai dari kurangnya persiapan hingga kondisi alam yang sedang tidak bersahabat dan juga keceroboh. Dikutip dari laman www.travel.kompas.com mencatat bahwa kecelakaan pendakian gunung Indonesia meningkat sejak 2015, Menurut data yang dihimpun Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau yang dikenal dengan BASARNAS, pada tahun 2015, tercatat 12 kecelakaan pendakian terjadi yang menyebabkan 2 pendaki meninggal dunia, 4 pendaki ditemukan sakit, dan 6 pendaki ditemukan dalam keadaan selamat. Jenis kecelakaan pendakian selama tahun 2015 antara lain 8 kejadian pendaki mengalami kelemahan fisik saat mendaki, 2 kejadian pendaki tertimpa batu, 1 kejadian pendaki terperosok ke dalam jurang, dan 1 kejadian pendaki tersambar petir.

Tahun 2015, kecelakaan pendakian paling sering terjadi di Gunung Semeru, Jawa Timur. Pada tahun 2016 jumlah kecelakaan pendakian meningkat menjadi 15 kasus yang menyebabkan 7 pendaki meninggal dunia, 7 pendaki ditemukan terluka, dan seorang pendaki ditemukan dalam kondisi sehat. Tak jauh berbeda dari tahun 2015, kecelakaan pendakian masih seputar kelemahan fisik pendaki, pendaki tertimpa batu, pendaki terperosok ke dalam jurang, hingga pendaki tersambar petir. Namun di tahun 2016, 2 orang ditemukan tewas karena mengalami serangan hipotermia. Hal itu dialami Oki Kumara Putra (17) yang merupakan pendaki asal Mustokoweni, Plomboan, Semarang Utara, Bengkulu yang mendaki Gunung Merbabu, Jawa Tengah pada Februari 2016 dan Edward (20), seorang mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang mendaki Gunung Gede, Jawa Barat pada Desember 2016. Pada tahun 2017, jumlah kecelakaan pendakian sama seperti tahun 2016, yaitu 15 kejadian. Pada tahun tersebut sebanyak 7 pendaki meninggal dunia, 5 pendaki ditemukan sakit, dan 3 pendaki ditemukan sehat.

Pada tahun ini kecelakaan pendakian yang paling sering terjadi adalah pendaki terjatuh hingga terperosok ke dalam jurang. Angka ini meningkat cukup signifikan pada tahun 2018. Sebanyak 23 kejadian terjadi yang menyebabkan 6 pendaki meninggal dunia, 4 pendaki dinyatakan hilang, 7 pendaki ditemukan sakit, dan 592 pendaki ditemukan selamat. Pada tahun 2018 terjadi gempa di Lombok yang membuat BASARNAS harus mengevakuasi 548 pendaki Gunung Rinjani. Sebanyak 546 pendaki berhasil diselamatkan dan 2 pendaki ditemukan meninggal dunia.

Pada tahun 2018 kejadian pendaki tersesat dan hilang juga meningkat menjadi 16 kasus jika dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya terjadi 3 kasus. Kemudian pada tahun 2019, dikutip dari penelusuran www.borobudurnews.com tercatat sudah terdapat 15 pendaki gunung yang hilang atau meninggal dunia saat melakukan pendakian. Para pendaki yang hingga kini hilang belum mendapat kabar dan kondisinya, yang meninggal dunia banyak juga yang ditemukan dalam kondisi mengenaskan di jurang, sungai, atau di tengah hutan lebat.
Keamanan diri sendiri menjadi fokus paling utama saat melakukan pendakian gunung. Persiapan yang matang, pengetahuan yang cukup, serta menghormati alam dan adat tentunya menjadi bekal utama para pendaki gunung. Pengetahuan adat dan SOP pendakian juga penting tapi tak heran jika setiap gunung di Nusantara ini memiliki peraturan atau pantangan yang beragam, secara umum memang kita harus mengetahui kode etik khusus pendaki yang menjadi landasan, yaitu dilarang mengambil apapun kecuali foto, dilarang meninggalkan apapun kecuali jejak, dilarang membunuh apapun kecuali waktu.

Selain kode etik itu ada pula patokan berbeda di setiap gunung, ini dinamakan pantangan adat, seperti dilarang menyebut kata dingin di gunung sumbing, wanita haid dilarang mendaki, berkata sompral dan sombong, dilarang bersiul dan membawa telur atau pisang di gunung Maras, dan lain sebagainya, biasanya pantangan ini ada di daerah tertentu yang mempunyai mitos dan mistis tertentu. Konsekuensinya pun beragam, pantangan umum seperti membuang sampah sembarangan wajib dipatuhi karena adanya denda dan sampah sebaiknya dibawa lagi saat turun, sedangkan pantangan adat biasanya lebih ke pribadi, seperti kerasukan, kehilangan atau menambah teman, nyasar dan sebagainya.
Alam memang tidak bisa ditebak sedang bersahabat atau tidak, entah dari luar kendali manusia atau dari kesiapan manusia sendiri khususnya para pendaki.

Maka dari itu sangatlah penting bagi setiap individu yang melakukan penjelajahan alam liar mempunyai basic dasar bagaimana cara menghadapi situasi yang genting, jika suatu saat kita tersesat atau salah jalan di gunung pun hal yang paling utama adalah tenang, dimanapun itu meskipun memang sulit jika situasi sudah genting. Jika kita telah mempersiapkan semua sebelum melakukan pendakian sesuai panduan Manajemen perjalanan Rimba Gunung akan meminimalisir kejadian tersebut, tapi jika memang tersesat ingatlah pedoman STOP, akronim dari pedoman ini adalah ‘S’, mewakili kata Sit Down atau duduk. Berhentilah, istirahat dulu. Tarik nafas dalam-dalam dan tenangkan pikiran, panik tidak akan membantu apapun dalam kondisi ini. Yang kita butuhkan adalah pikiran yang tenang sehingga mampu memikirkan langkah apa saja yang harus diambil. Kemudian ‘T’, mewakili kata Think atau berpikir. Setelah menenangkan diri, pikirkan kembali tentang situasi saat ini dan bagaimana bisa sampai di tempat ini. Biasanya kita bisa mengingat kembali jalan yang tadi kita lalui. Selain itu kita juga bisa berpikir langkah awal yang harus dilakukan ketika tersesat. Seperti mendirikan tenda, menyalakan api, dan soal perbekalan. Kata selanjutnya adalah ‘O’, mewakili kata Observe atau mengamati. Amati lah keadaan sekitar kita, kondisi alam, ketinggian, cuaca, arah, kondisi peralatan dan perbekalan.

Dengan mengamati kondisi sekitar, kita bisa selangkah lebih maju untuk survive dari kondisi tersesat. Untuk mengamati daerah sekitar, carilah lokasi yang cukup tinggi di tempat kamu berada. Kamu bisa naik diatas batu atau naik pohon, yang penting aman, pokoknya apa saja yang bisa membuat kamu melihat sekeliling. Jika hari sudah malam, tunggulah sampai esok hari saat matahari sudah terbit dan kondisi sekitar terlihat dengan jelas. Dengan mengamati lingkungan sekitar, ada kemungkinan kita bisa menemukan jejak-jejak perjalanan kita sebelumnya dan menemukan tanda-tanda peradaban manusia sehingga bisa membawa kita kembali ke jalur yang benar. Dan terakhir adalah ‘P’, mewakili kata Planning atau perencanaan. Setelah berpikir dan mengamati kondisi yang terjadi maka sekarang saatnya membuat perencanaan. Rencanakanlah matang-matang, kemana akan melanjutkan perjalanan. Bertindak berdasarkan rencana yang sudah dibuat matang-matang jauh lebih baik daripada bertindak tanpa rencana sama sekali, seperti yang telah disebutkan dari awal, perencanaan dan persiapan itu penting.

Saat kita melakukan pedoman STOP teresebut pastinya kita sudah mempersiapkan beberapa kemungkinan dan rencana, seperti setidaknya mencari tempat lapang untuk beristirahat dan bermalam kemudian membuat api, baru kemudian besoknya melanjutkan perjalanan lagi dan jangan lupa meninggalkan jejak agar mudah di evakuasi oleh tim SAR yang mencari dan membuat asap tebal untuk memberitahukan tanda SOS dan posisi tim, tapi jika memang membuat api dan asap tidak memungkinkan karena resiko kebakaran dan musim kemarau kita bisa terus menelusuri daerah sekitar hingga menemukan tempat yang terbuka atau puncak kemudian mempraktikan materi Navigasi Darat dengat mengamati medan sekitar, ketinggian, dan memperkirakan lokasi dengan cara Ressection dan Intersectio untuk menemukan titik koordinat. Atau apabila kita menemukan sungai kita bisa menelusuri aliran sungai tersebut hingga menuju pemukiman warga, karna air adalah sumber kehidupan.

Penutup
Catatan paling penting jika kita tersesat atau hal negative apapun yang terjadi adalah berusaha tetap tenang agar pikiran kita jernih dan dapat berfikir dengan maksimal, mempertimbangkan segala kemungkinan kemudian mempersiapkan Kembali perjalan. Mulai dari titik tersesat kita, area camp, membaca jejak dan tanda, survival alam liar, mencari bala bantuan, hingga kita menemui titik terang perjalanan.

Kesimpulan
Sebelum melakukan pendakian kita harus benar-benar mempersiapkan fisik dan mental kita, jasmani dan rohani, perbekalan, materi, serta niat dan tujuan kita agar semua yang telah di rencanakan dapat berjalan dengan pasti, begitupun pengetahuan kita seputar gunung dan hutan juga adat istiadat dengan memperhatikan pantangan apapun dan juga kesopanan dan norma, menjaga berbicara kotor dan membersihkan fikiran dari hal negative karna itu mempengaruhi mental dan psikologis. Juga satu hal terpenting adalah bahwa puncak hanya bonus, bukan tujuan, tujuan kita adalah pulang dengan selamat, karna ada yang menunggu kita dirumah.

Daftar Pustaka

-https://borobudurnews.com/ini-15-pendaki-hilang-dan-meninggal-dunia-saat-mendaki/
-https://travel.kompas.com/read/2019/03/06/170000227/kecelakaan-pendakian-gunung-di-indonesia-meningkat-4-tahun-terakhir
-https://batam.tribunnews.com/2020/09/07/kisah-pendaki-hilang-di-gunung-maras-ini-pantangan-hingga-kisah-mistis-bukit-di-bangka-itu
-http://www.indosurvival.com/2019/01/pedoman-yang-harus-dilakukan-jika-tersesat-di-hutan-gunung.html
-http://www.indosurvival.com/2018/11/kenali-metode-stop-jika-tersesat.html
-https://batam.tribunnews.com/2020/07/06/misteri-hilangnya-pendaki-gunung-malam-tidur-di-tenda-pagi-ditemukan-telanjang-di-dekat-mata-air?page=4
-https://batam.tribunnews.com/2020/09/07/tersesat-dan-makanan-habis-tiga-pendaki-gunung-bawakaraeng-ditemukan
-https://borobudurnews.com/ini-15-pendaki-hilang-dan-meninggal-dunia-saat-mendaki/
Liputan6.com, 2020, Seorang Pendaki Ilegal Tewas Terjatuh di Gunung Rinjani, https://m.liputan6.com/regional/read/4299069/seorang-pendaki-ilegal-tewas-terjatuh-di-gunung-rinjani
Diktat MAWAPALA 2018

Penulis: Rizki Aryadin Mubarok
Dalam pendidikan lanjut divisi gunung hutan Mawapala 2020

Comments

Satu tanggapan untuk “Tersesat Itu Pilihan”
  1. Avatar Deni Kurniawan

    Agak ngeri memang kalau tersesat di gunung. Walaupun memang paham dengan teori “stop” tapi masih ada resiko bahaya. Apalagi yang ga paham teori itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *