Mahasiswa Walisongo Pencinta Alam atau sering dikenal Mawapala merupakan salah satu UKM di UIN Walisongo yang bergerak dibidang kepencintaalaman. Mawapala memiliki beberapa jenjang pendidikan untuk para kadernya dimulai dari Pendidikan Dasar, Pendidikan Lanjut, dan Pengembaraan. Pengembaraan pada Tahun ini dilaksanakan pada akhir September dengan memilih Divisi Gunung Hutan. Gunung Rinjani menjadi pilihan kami untuk melaksanakan pengembaraan ini. Tujuan dari pengembaraan kami yaitu plotting jalur dan penelitian mengenai Suku Sasak. Rute yang kami tempuh yaitu dari basecamp Sembalun yang berlokasi di Lombok Timur kemudian lintas jalur ke basecamp Torean yang berlokasi di Lombok Utara.

Dok. Mawapala

Kami berangkat menuju Lombok pada tanggal 21 September menggunakan transportasi darat. Setelah tiba di Lombok kami singgah di basecamp Grahapala Rinjani, Universitas Mataram. Pada hari Jum’at, 24 September 2021 kami mulai melakukan pendakian setelah registrasi pendakian kemudian melakukan dokumentasi dalam rangka “Kampanye Sosialisasi Pencegahan Kebakaran” dengan tema Langit Biru Tanpa Asap Ayo Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan” yang diselenggarakan oleh pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

Start pendakian dimulai dari Bawak Nao ke Pos 1. Jalur pendakian menuju Pos 1 masih landai, banyak ditemui sapi yang masih berkeliaran, dan juga banyak ojek lokal yang berlalu lalang. Sebenarnya kita dapat sampai ke Pos 2 dengan menggunakan jasa ojek itu. Estimasi waktu dari Bawak Nao ke Pos 1 sekitar 2 jam dengan berjalan kaki. Dari Pos 1 ke Pos 2 ditempuh dengan estimasi waktu 1 jam dengan jalur pendakian yang masih sama dengan Pos 1. Di Pos 2 ini terdapat sumber air yang bisa kami ambil untuk kebutuhan minum dan masak. Vegetasi di Pos 2 ini sangat terbuka hingga terlihat jelas punggungan dan jalur pendakian yang akan kita lewati. Selanjutnya jalur yang kita lewati mulai menanjak namun masih terdapat beberapa medan datar, estimasi waktu yang ditempuh dari Pos 2 ke Pos 3 sekitar 2 jam.

Sebelum sampai di Pos 3 Padabalong kami akan melewati Pos 3 bayangan yang disebut dengan Pos 3 Extra. Dari Pos 3 extra kita perlu berjalan sekitar 10 menit untuk sampai ke Pos 3 Padabalong. Kami mendirikan tenda di Pos 3. Namun, hati-hati karena di sini terdapat banyak monyet liar dan babi di sekitar Pos. untuk vegetasi sendiri di Pos 3 luas dan terbuka terdapat tempat camp terdapat aliran sungai kering. Kami membawa ketapel untuk menjauhkan monyet dari rombongan kami. Karena menurut warga daerah sana para monyet lebih takut ketapel daripada kayu. Dari Pos 3 menuju Pos 4 sekitar 3,5 jam kami berjalanan kaki melewati 3 bukit dengan jalan yang curam dan kering. Dengan vegetasi terbuka dan rumput ilalang setinggi lutut mengelilingi kanan dan kiri kami.

Di Pos 4 kami beristirahat pada sebuah gazebo yang luas sekitar 6 x 4 meter. Estimasi waktu yang kami tempuh dari Pos 4 menuju Pelawangan Sembalun sekitar 3,5 jam. Kami mendirikan tenda di Pelawangan. Vegetasi di Pelawangan sudah terbuka dengan beralaskan pasir dan sedikit terdapat pohon di bagian kiri. Kami pilih sebuah tempat diantara 2 tebing yang berada di bawah jalur pendakian menuju puncak.

Keesokan harinya kami akan menjalankan perjalanan summit menuju puncak Rinjani 3726 mdpl. Kami melakukan persiapan sekitar jam 1 dini hari dan mulai pendakian pada jam 2, dan alhamdulillah sampai ke puncak Rinjani pada pukul 8 WITA. Track menuju puncak menanjak terus dengan kontur yang berpasir disertai bebatuan. Sebelum sampai puncak kami melewati jalur latter S dan latter E. Sesampainya di puncak Rinjani kami akan disuguhi pemandangan yang sangat indah yakni terlihat danau segara anak dan Gunung Barujari. Jika cuaca sedang bagus panorama indah ini bak lukisan yang tidak nyata. Tidak berlama-lama di puncak rombongan kami segera turun ke Pelawangan Sembalun dan melanjutkan perjalanan ke Danau Segara Anak. Estimasi waktu dari Pelawangan Sembalun ke Danau Segara Anak dapat ditempuh 3,5 jam dengan track bebatuan yang sangat curam, di beberapa tempat terdapat tali pegangan dan tangga.

Kami mendirikan tenda di area camp Danau Segara Anak. Di sini kita tidak boleh langsung mengambil air di danau, kita harus mengambil air di mata airnya langsung dan harus berjalan 1,5 km melewati dua tebing dan curam berjalan melipir ke Timur dan melewati satu bukit dan sumber air panas, mata airnya mengalir deras. Di danau segara anak ini para pendaki di perbolehkan memancing ikan, bahkan banyak yang membawa alat pancing. Di tempat ini juga merupakan tempat pelaksanaan Upacara Mulang Pekelem.

Kami hanya menginap semalam di Danau Segara Anak dan melanjutkan perjalanan pulang lintas torean. Perjalanan diawali dengan melewati satu bukit dengan track yang cukup curam setelah melalui bukit tersebut jalur pun mulai menurun. Sekitar 30 menit berjalan kami bertemu dengan aliran air belerang dan terdapat kolam mata air panas. Para pendaki dapat berendam di kolam itu. Di arah Timur terdapat dua persimpangan mata air belerang dengan mata air biasa. Sekitar berjalan 7 menit terdapat tangga di jalur pendakiannya. Setelah melewati tangga, track selanjutnya landai dan ada sabana, vegetasinya rumput ilalang. Sejauh mata memandang terlihat panorama sabana dan disebelah Barat terdapat Gunung Sangkareang yang sangat dekat. Setelah Gunung Sangkareang jalur yang kami lewati berupa lembahan dengan mengikuti aliran air dan kali mati.

Dok. Mawapala

Jalur Torean ini terkenal dengan track di pinggir lembahan yang sangat curam dan tersedia tali untuk membantu berpegangan. Jika musim hujan jalur Torean ditutup sampai dengan kondisi alam yang memungkinkan baru akan dibuka kembali, mengingat sepanjang jalur yang curam dan berbahaya, untuk mengurangi resiko yang tidak diinginkan maka pihak pengelola basecamp Torean terpaksa menutup jalur. Estimasi waktu turun dari Danau Segara Anak menuju basecamp Torean sekitar 11 jam. Setelah melewati Air Terjun Pemimbungan, kami mulai memasuki kawasan Hutan Adat Torean. Vegetasinya sangat rapat kemudian banyak pohon tumbang yang menghalang jalur pendakian namun tidak disingkirkan, konon itu merupakan kepercayaan mereka bahwa jika ada pohon tumbang sekalipun dan menghalangi jalur pendakian itu tidak boleh dipindahkan itu bentuk mereka menghargai alam.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *