“7 Pengembara Muda Tenganan”
Mahasiswa Walisongo Pencinta Alam atau yang sering dikenal Mawapala merupakan salah satu UKM di UIN Walisongo yang bergerak dibidang kepencintaalaman. Mawapala memiliki beberapa jenjang Pendidikan untuk para kadernya, yang dimulai dengan Pendidikan Dasar (PENDAPA), Pendidikanlanjut, Masabimbingan, Spesialisasi, dan Pengembaraan. Pengembaraan merupakan jenjang Pendidikan terakhir yang ada di Mawapala dengan tujuan utamanya yaitu research dan exploration, hal ini juga sejalan dengan visi UIN Walisongo Semarang yang mengutamakan riset terdepan untuk kemanusiaan peradaban. Pengembaraan pada tahun ini dilaksanakan Warga Muda pada akhir September dengan melakukan penelitian di Desa Adat Tenganan, Karangasem, Bali. Hasil utama dari kegiatan ini adalah penelitian, penelitian ini dilakukan di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan Bali. Penelitian yang diangkat yaitu “Penerapan Wanakerti DalamUpaya Pelestarian Hutan Adat Yang Ada di Desa Adat Tenganan.: Kami berangkat menuju Bali pada tanggal 24September 2022 menggunakan transportasi darat maupun laut. Setelah perjalanan Panjang kami sampai di bali pada tanggal 25 September 2022 pada malam hari. Pada hari Senin 26 September 2022 kami memulai perjalanan menuju Desa Adat Tenganan dengan mengendarai Mobil yang kami carter, setelah sampai di Desa, kami disambut oleh salah satu Keliang Adat desa yang Bernama I Putu Suwarjana, SS dan disitu juga kami ditunjukkan rumah untuk tempat singgah kami selama melakukan kegiatan di Desa Adat Tenganan ini. Sesampainya kami langsung memulai kegiatan dengan morning briefing yangdilanjutkan dengan melakukan wawancara kepada Keliang Adat, Kepala Desa dan masyarakat sekitar. Selain melakukanwawancara kami juga melakukan observasi di sekeliling Desa Tenganan. Dari keliang adat kami mendapatkan banyak informasi mengenai rumusan masalah yangkami tanyakan dan budaya yang ada, salahsatu yang membuat kami tertarik mengunjungi desa ini yaitu dengan prestasi yang di dapat yaitu desa ini pernah memenangkan lomba Wana Lestari padatahun 2019. Wana Lestari merupakan salah satu metode penyuluhan yang dilaksanakan suatu kelompok atau pemerintahan yang berprestasi dalam memperdayakan dan mengubah perilaku masyarakat dalam pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Keliang adat juga mengulik mengenai budaya yang ada disini, desa Adat Tenganan memiliki perbedaan dengan desa-desa Bali yang lain salah satu contoh budaya yang ada di desa ini yaitu pada saat pemakaman yang dilakukan dengan cara dikubur, hal ini berbeda dengan desa bali yang lain yaitu masyarakat besarnya rata-rata pada saat ada orang meninggal proses pemakaman nya di bakar (Ngaben) dan adalagi budaya yang menjadi ciri khas desa iniyaitu Perang Pandan atau disebut juga istilah Makere-kere.Upacara Perang Pandan merupakan upacara tahunan yang dilangsungkan pada bulan ke 5 kalender Desa Tenganan. Masyarakat Desa Tenganan melaksanakan upacara ini untuk menghormati para leluhur dan Dewa Indra. Upacara ini dimulai jam 2 selama 3 jam. Prosesi Perang Pandan peserta perangmemakai pakaian tenun khas Tenganan yaitu Kamen, selendang atau yang disebut Saput dan ikat kepala yang bernama Udeng. Peserta menggunakan pandan yang berduri yang disatukan membentuk gada sebagai senjatanya. Dalam perang ini juga menggunakan tameng yang terbuat dari anyaman rotan untuk melindungi diri dari serangan lawan. Pada saat perang berlangsung diiringi oleh Gamelan Seloding, Seloding merupakan alat musik khas Desa Tenganan yang penggunaanya tidak sembarangan, alat musik ini hanya bisa dimainkan dalam upacara tertentu. Alat musik ini juga memiliki pantangan yaitu tidak boleh menyentuh tanah. Upacara ini hanyabisa diikuti oleh pemuda Desa Tenganan, karena itu upacara ini juga melambangkan kedewasaan seorang pemuda di Desa Tenganan. Darah yang mengucur setelah perang berlangsung merupakan salah satu rasa syukur mereka dan penghormatan kepada Dewa Indra. Untuk mengobati luka pasca perang meraka menggunakan ramuan yang terbuat dari kunyit. Pada akhir acara untuk menyimbolkan rasa kebersamaan semua masyarakat melakukan makan Bersama yang dikenal dengan istilah Mengibung. Desa Tenganan juga memiliki Hutan seluas 365 Ha Merupakan Hutan Lindung dan 250 Ha adalah hutan produksi yang terjaga kealamiannya sehingga ada sebutan bagihutan produksi yaitu hutan kesejahteraan dimana memiliki makna bahwa pohon seseorang yang berbuah dan sudah matang dilarang untuk memetiknya kecuali jatuh dengan sendirinya walaupun pohon milik pribadi, karena hak milik pribadi menjadikanh ak milik seseorang yang rajin ke hutan. Hal ini juga merupakan bentuk kecil dari konservasi yang diterapkan oleh masyarakat dan harus dipatuhi juga. Dari Kepala Desa kami juga mendapatkan banyak informasi mengenai perkembangan desa dari tahun ke tahun, sejarah Penduduk desa Tenganan yang meyakini bahwa mereka berasal dari Desa Bedahulu (Teges) di Gianyar. Dalam Lontyar Usana Bali arsip di DesaTenganan menceritakan hubungan Peneges (Teges di Bedahulu Gianyar) dengan Tenganan. Warga peneges menganut Hindu Darma dalam aliran Indra,Dewa Indra dikenal juga sebagai DewaPerang, selain Dewa kemakmuran mengingat beberapa upacara terkandung perang-perangan yang disebut juga sebagai WargaBali Aga. Kemudian yang kami dapatmengenai gambaran umum dari desa AdatTenganan meliputi juga tokoh-tokoh keliangadat.Dari masyarakat desa kami mendapatkan beberapa informasi salah satunya tentangyang mereka rasakan dalam penerapanwanakerti. Salah satunya adalah merekamerasakan kebermanfaatan dari hukum adatyaitu,diambil oleh seluruh masyarakat walaupun itu jatuh di kebun milik siapapun dengansyarat buah tersebut sudah jatuh dari pohonnya. Hal tersebut menjadikan kemakmuran semua masyarakat terjamin dan untuk masalah pangan tercukupi. Namum demikian didukung oleh masyarakat yang patuh sehingga lingkungan menjadi asri dan hijau.Pada hari selasa, 27 September 2022. Bapak I Putu Suwarjana, SS mengajak kami trackinguntuk mengelilingi Hutan adat, disana kami dikenalkan hutan produktif dan hutan adat.Selama berjalan kami dikenalkan pura sebagai tempat kegiatan hari besar atausembahyang. Selesai perjalanan kami Kembali ke desa dengan menempuh jarak kuranglebih 9km, sesampainya di desa kami dipertemukan oleh Keliang Adat yang pertamauntuk melengkapi dari data kami yang kurang. Setelah semua hasil penelitian lengkapkami bergegas melanjutkan perjalanan lagi menuju kegiatan selanjutnya, sebelum itukami mengucapkan terimakasih kepada kepala desa dan keliang adat.
Tinggalkan Balasan